Jumat, 24 September 2010

Masquerade Tales - A far away fairy tale kingdom does exists

Chapter 2
-This is how we live-

-Tata's Point of View (PoV)-

*Keplak! Keplakk!*
    Sesuatu yang tipis dan elastis terasa menepuk-nepuk pelan wajahku. Mengganggu tidurku yang nyenyak di pagi hari, dan memaksaku untuk bangun. Meski begitu kucoba untuk tetap tidur menghiraukannya.


*Plak!! Keplak!* *Ngiiik!*
    Kali ini tepukannya mengeras. Disertai pekkikan pelan khas - 'nya' yang membuat kupingku berdenging. Aku menghalangi tepukannya dengan telapak tangan kananku.


"Iya, iya! I'm awake!" Seruku membuka mata agar 'ia' berhenti.


*Ngiiik!*
    'Ia' berseru sambil berputar-putar mengelilingi kepalaku. Akupun segera bangun sambil mengacak-acak rambutku yang selalu berantakan di pagi hari. Kutatap 'hewan' itu sesaat. Pet tonggosku tersial... err... I mean tersayang.


"Bisakah kau tidak lapar di pagi hari?"

*Ngiiiik!* Ia terlihat bete.

"Aku malas... Bagaimana jika kau mencari makan sendiri?"

*Grrrrrrk...!* Ia menggigit lenganku tiada ampun.

"Aww! Ok, ok stop it! Dasar Hot Blooded BAD Boy!" Sindirku padanya memplesetkan speciesnya sedikit.


    Ia hanya berputar-putar cuek dan girang sebelum lalu bergegas keluar kamarku terlebih dahulu. Akupun segera bangkit dari kasur dan pergi mandi kilat 5 menit. Lalu keluar kamar dengan armor LnD ku.



------------------------------



*Trek!*
    Kupetik sebuah apel merah dari pohon kebun belakang istana. Kebun ini memang indah dan tenang. Sebuah aliran air kecil mengalir di sela rerumputan membentuk parit jernih dan bersih. Satu pohon apel ada di tepi taman berdiri dengan kokoh menjaga rumput di bawah naungannya. Sebuah batu gelap berceruk di tengah taman sangat nyaman untuk diduduki di pagi hari saat teduh, seperti halnya yang sedang kulakukan.


"Nih" Aku menggenggam apel itu di tangan kananku, menyodorkannya pada pet HBBBku yang kunamai Rey.

*Ngiiit~* Dengan girangnya ia mulai menggerogoti apel itu, memakannya di atas tanganku.

Tidak butuh waktu hingga 1 menit untuknya menghabisi apel itu, menyisakan onggokan bekas apel di tanganku.

*Ngiiik* Ia menatapku kembali penuh harap.

"Kau masih lapar?" Tanyaku heran.

Rey hanya mengangguk.

"Aduh tak bisakah kau mengambil apel sendiri?" Aku menunjuk pohon apel besar itu.

*Ngiiikk...* Ia menatapku memelas.

"Dasar manja" Gerutuku bangkit bangun menuju pohon apel besar itu.


"Wah tinggi-tinggi banget apelnya" gumamku mendongak.

*Ngiiikk...* Lagi-lagi Rey menatapku memelas.

"Iya... Iya..." Aku menghela napas pasrah.


    Aku mendongak melihat pohon besar kokoh itu. Pandanganku terpaku pada sebuah apel ranum tepat didepan sebuah batang pohon besar yang terlihat begitu kuat dan kokoh. Melihat banyak batang lebih kecil dibawahnya membuatku terinspirasi sebuah ide.


"Hup!"
*Trep...! Tep! Tep!*
    Dengan satu tarikan napas aku melompat tinggi dari dahan ke dahan. Terkadang sedikit bergelantung sampai mendarat di dahan incaranku. Terpeleset sedikit nyaris saja peganganku terlepas. Aku duduk senyaman mungkin, bersyukur akan beratku yang ringan. Lalu menjulurkan tanganku kearah apel ranum itu.


*Trek*

*Krauk*

"Bleh! Memang apel rasanya aneh..." Gerutuku sendiri.

*Ngiiik...* Rey menatap swt kearah apel di tanganku yang ada bekas gigitannya.

"Dah bagus kupetikin dasar pet gak tau terima kasih"


*Grauk! Grauk!!*
    Tanpa protes lebih lanjut Rey menggerogoti cepat apel itu dari tanganku. Dalam 10 detik menyisakan seonggok ampas tulang apel dengan kenyangnya. Lalu terbang-terbang girang sebelum bertengger manis pada bahu kananku, dan tertidur menunduk seperti burung parkit. Yang sebetulnya mengherankan karena ia adalah seekor kelelawar.


"Geez... Kebiasaan kalo dah kenyang tidur"
    Aku tersenyum melihat Rey terlelap. Lalu memandangi onggokan ampas tulang apel di tangan kananku, sebelum lalu melempar nya tidak perduli ke arah bawah pohon tempat aku duduk.


*Tuk!*

"Aw!!"


Ow shit... What was that sound....


    Pikirku dalam hati. Sepertinya seseorang tergetuk keras tepat di kepalanya dan mengumpat pelan. Takut-takut aku melongok kebawah pohon, mendapati seseorang sedang melepas topi besarnya, memperlihatkan rambut keperakan yang ia usap-usap. Sedetik kemudian ia mendongak melihat kearahku duduk di dahan pohon.


"Tata! Sakit tau!" Omel Jordy lalu memakai kembali topinya.

"Wups. Sori mam gak liat. hehehe..." Aku meminta maaf sambil melompat turun dari pohon itu.

Rey mau tidak mau terbangun karena kaget tenggerannya hilang dan terbang dengan kesal disebelahku.

"Ngapain diatas pohon? Ketularan bodat nya Edo..? o_O" Tanya Jordy bingung.

"Iya... wkwk nda lah. Aku metik apel buat makannya Rey" Jawabku melirik Rey terbang malas-malasan.

"Jangan buang ampasnya sembarangan dong! Sakit nih pala mami. Ganti rugi!" Jordy memperlihatkan muka rese khas nya.

"Take it if you can" Ledekku iseng.

"Wanna try?" Lagi-lagi Jordy memperlihatkan muka resenya.


    Aku tersenyum sinis. Kumasukkan tangan kananku ke saku. Dan menarik keluar partikel cahaya berupa butiran kuning. Yang berubah menjadi pedang besar Gs of Oriental.G+6 elemen api. Tangan kiriku menarik keluar butiran partikel merah dari saku kiri, lalu membentuk buntut scorpio yang menyala berapi-api di belakangku. Kugenggam erat pedangku yang mengilat putih di tangan kanan. Rey menyeringai terbang di kananku.


"Hooo... Gak kapok ya..." Jordy tersenyum.

Aku balas tersenyum menatapnya.


    Jordy bersiul keras. Sebuah panggilan yang mendatangkan Sacred Ibiz nya entah dari mana. Gagak putih besar itu kemudian berkoak terbang disisinya. Ia menarik butiran partikel hitam dari saku bajunya yang membentuk sebuah kalung. Terakhir, diambilnya partiker biru muda dengan tangan kanan, memunculkan belati berupa Spike Dagger.G+7 elemen kayu yang menyala api. Melihat senjata itu, aku tersenyum kecut.


"Siap mati?"

Muka rese itu selalu bawa pertanda buruk



    Tanpa komentar lebih lanjut, kulemparkan sarung tangan putih ke arahnya, yang lenyap diatas kepala menimbulkan tanda merah selama 10 detik. Jordy melempar balik benda serupa kepadaku yang juga menghilang di atas kepala. Perlahan tubuh kami menyala semakin terang.


"Enter PvP Duel Mode" Ucap kami pelan bersamaan.


    PvP atau Player Versus Player Duel Mode sesungguhnya adalah mode untuk berlatih. Dimana menggunakan sistem Hit Point (HP) yang dilihat dari kekuatan orangnya sendiri untuk menentukan titik K'O. Dalam PvP Duel Mode, kita tidak bisa merasa sakit ataupun terluka sungguhan. Kalah menang ditentukan oleh Hit Point yang duluan mencapai 0.


    Dan PvP Mode ini dimulai ketika menerangnya tubuh sampai pada titik puncak. Yaitu ledakkan cahaya kecil pada tubuh menandakan proses 'penghilang rasa sakit dan luka' selama 300 detik selesai. Yang seharusnya terjadi... Sekitar...


*Flaaatz...! TRIIIIIING!!*

Sekarang!

*Drap!!* Aku berlari-dash ke arahnya.

"DEADLY SLASH!!!"

*BLAAR!!! Daar!!*


    Gesekan pedangku menimbulkan bekas retakan besar ditanah, disertai semburat cahaya ungu. Pedangku menembus Jordy telak, memberinya damage yang cukup besar. Namun ia tetap berdiri tegak disana, tak tergoyahkan.


"Nyaris..." Ucap Jordy was-was.

"Cih..." Keluhku kesal.


*Drak! Dak!*
    Aku menerjang mendesak Jordy dengan pedangku. Mulai menyabetinya dengan combo-combo ku.


*Bak!* Pedangku mendorongnya telak dari depan.

"Eit, eit~" Jordy berusaha menghindari serangan-seranganku.


*BRETS!!*
    Serangan kombo hit ke 15 ku berhasil menancap tubuh Jordy dan merobek lebar equip sisi kirinya, menembusnya telak.


"Untung... Simulasi PvP..." Gumam Jordy tegang membayangkan badannya tercabik dan mengucurkan darah.

*Drak! Trang!* Tanpa memberi kesempatan aku terus melayangkan sabetan demi sabetan kearahnya.

*Drap...!* Aku melompat tinggi hendak menebas dari atas.

Take this...!

*Whuuutss!*

*Traaang!* Suara besi berbenturan.

"We-te-ef" Makiku kesal saat itu.


    Dalam posisi menebaskan pedang kearah bawah dari atas kepala, aku mengumpat. Semakin kesal melihat Jordy bertahan dengan gaya sok cool, memegang dagger dengan kedua tangan diatas kepalanya. Pedang dan dagger kami berderit pelan menahan kerasnya benturan.


"Udah?" Ia perlihatkan muka resenya.

Habislah aku...


*Draak!*
    Dengan tenaga entah dari mana, Jordy menghentakkan keras daggernya, membuatku terpental sejauh 1 meter karena tidak berpijak dengan benar sehabis melompat.


"Giliran mami, Ta ^^"

*Tep...* Dengan ringannya ia melangkah mundur dan menyabetkan daggernya ke arah atas, memulai skill.

"Bluff"

*Jedar!* 4 kartu besar menerjang telak diriku dari 4 arah.

"Sh*t...!" Umpatku melihat HP berkurang setengah.

Saat aku masih oleng kesana kemari, Jordy melanjutkan rentetan serangannya.

"Dual Jumping Dagger!"

*Sriiiiiiiiiiiiiing!*


    Andai bukan simulasi PvP, saat ini pasti tubuhku sudah tercabik-cabik hingga sekarat, seperti halnya armorku yang kini compang-camping. Dengan HP lumayan sekarat, aku berniat menyerangnya lagi. Saat itulah, aku kalah.


*CREB! JREBB!*
    Dua buah Deep Red Moral menghujamku telak. Satu menancap di bahu kananku, menghentakkanku mundur miring dengan bahu kanan duluan. Yang kedua menghujam bahu kiriku, menyentakkan keras. Dan membuat ku oleng parah.


*Bruk...!* Akhirnya aku terjatuh pasrah di atas rumput.

What a really ugly face of winning...


"Mami menang..." Ucap Jordy melongok kearahku, masih muka rese.

"Setidaknya kali ini aku bisa bikin armor mami robek parah" Jawabku sinis melihat sambil 'berbaring'.

"Mami kira tadi perut mami bakal beneran sobek..." Ucapnya ngeri melihat-lihat robekan besar pada armor pinggang kirinya.

"Terus keluar usus nya ya..." Cengirku.

Jordy melirikku sinis.

"Ngaca Ta. Kamu sendiri harusnya udah berdarah-darah kiri kanan badan"


    Masih terbaring, aku menunduk melihat keadaanku sendiri. Ngenes memang, tapi dia benar. Armor ku robek-robek di sisi kanan dan kiri, seperti halnya keserempet peluru (wait... di jaman ini mana ada peluru... --"). Bahu kanan dan kiriku juga harusnya sudah lumpuh total karena Moral sial itu.


"Siaaaal gak bisa menaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang" Pekikku kesal.


*Flaatz... Tring...!*
    Tubuh kami kembali bercahaya terang. Dan saat kilatan itu hilang, aku sudah kembali berdiri tegak di depannya. Semua robekan pada armor pun telah hilang. Seakan-akan tidak terjadi apapun.


"You know... Melihat armor LnD yang susah payah kutempa+7 robek-robek itu gak enak. Meski itu cuma simulasi"


    Kami tertawa. Lalu berbincang di taman itu, beristirahat setelah untuk kesekian kalinya, mengadu kelihaian bertempur...



-Chapter 2, end-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar